Tuesday, February 8, 2011

Konspirasi Seputar Kematian Adjie Massaid

Ada-ada saja kabar merebak jika ada orang terkenal meninggal, dari yang sifatnya gojekan sampai ke teori konspirasi a la detektif Hercule Poirot yang sulit dipahami.

Terkini beredar kabar seputar meninggalnya Adjie Massaid. Kematian Adjie memang menyimpang dari nalar umum. Muda, berbadan sehat, no smoking, no drugs. Apalagi Adjie memang suka olah raga, ini terbukti dengan aktivitas terakhirnya sebelum meninggal: futsal. Maka bermunculanlah berbagai analisis atas heart attack yang oleh dokter dinyatakan sebagai penyebab kematian Adjie.

Teman-teman saya berkelakar menulis di Facebook bahwa Adjie meninggal akibat kebanyakan minum minyak goreng seperti sering terlihat dalam iklan di tv. Ahahahahah. Sementara teman yang lain dengan sangat serius membahas betapa tidak wajarnya kematian Adjie.

Lantas apa sebenarnya pemicu dari, hal yang oleh dokter divonis sebagai, 'heart attack' penyebab kematian Adjie?

Saya ingat sekali sore hari menjelang kematiannya, Adjie sebagai manajer Timnas PSSI U-23 masih melakukan klarifikasi di tv mengenai PSSI. Bahkan berita yang sama masih ditayangkan oleh salah satu stasiun tv keesokan paginya ketika stasiun lain mulai memberitakan bahwa Adjie meninggal. Karena saya malas mengikuti berita kematian politisi pro pemerintah ini, maka saya abaikan saja kedua berita tadi.

Saya masih abai sampai kemudian istri saya berbisik keras bahwa Adjie bisa saja meninggal karena diracun! Olalala. Sensasi macam apa lagi ini? Meski demikian, saya sempet mikir bisa saja demikian. Munir itu juga divonis serangan jantung sebelum kemudian terkuak persekongkolan untuk memberikan racun arsenik ke makan malamnya. Dan racun tersebut memang langsung menyerang jantung.

Kemarin malam, sambil siap-siap tidur kami mendengar berita tentang pemilihan calon ketua PSSI. Yak, meski didemo di setiap pertandingan, Nurdin Halid tetap saja memimpin perolehan suara dalam bursa tersebut.

Apakah lantas peristiwa ini bisa dihubungkan dengan kabar kematian Adjie beberapa hari sebelumnya? Apakah ada yang merasa terancam dengan the rise of Adjie Massaid di PSSI dan kemudian merasa penting untuk menyingkirkannya? Ahahahahahah. Silakan menganalisis.

*Kalau benar Adjie disingkirkan hanya demi mempertahankan status quo kepemimpinan PSSI, maka kita penting untuk berduka dan Adjie patut menyandang gelar pahlawan yang gagah dalam ini.*

Salam.

Saturday, July 3, 2010

Sunday, May 30, 2010

KUA

Saya ditertawai teman-teman kemaren pas telepon ke kantor KUA. Kesannya, setiap urusan dengan KUA adalah urusan orang terpaksa dan cenderung dihindari. Penuh dengan kesinisan semacam itu, berkebalikan dengan perasaan hati orang-orang yang tengah membutuhkannya. Bisa jadi, setiap detail dari momentummenuju pelaminan semuanya serba dinanti dan indah, minus KUA.

Kebetulan, pas bahas soal biaya, jawaban penerima telepon itu memang jawaban yang agak ngawur untuk ukuran sebuah lembaga pelayanan publik, "Itu nanti urusannya sama pak kepala. Yang penting ikhlas, gitu aja kan, Mas?" 

Aha! Memori saya langsung menggulung balik menuju momen ketika saya minta surat pengantar untuk membuat SKCK di rumah Ketua RW dan Kantor Kepala Desa.  Jawabannya, tepatnya pernyataan Ibu RW dan petugas stempel di Kantor Kepala Desa, waktu itu hampir senada dengan jawaban penerima telepon tadi. 

Kedua, 'urusannya sama pak kepala'? Emang gak ada prosedur biaya administrasi untuk mencatatkan pernikahan sehingga kepala KUA yang harus menentukan berapa besarnya? Sangat naif dan tidak profesional. 

"Hei, Bapak, ini kantor KUA kan? Kantor lembaga negara yang disegani itu kan?"

Atau malahan bisa saya artikan begini: memang sebenarnya tidak ada itu biaya untuk menikah di kantor KUA? Alias gratis?

Menurut cerita temen-temen sih, tidak seberapa besar kok biaya menikah di KUA. Mungkin 'tidak seberapa besar' itu pula yang bikin orang-orang tidak terlalu pusing dengan urusan bayar-membayar dalam hal ini. Saya belum tahu persis. Besok saya akan datang ke sana dan mestinya ada penjelasan-penjelasan untuk pembicaraan via telepon tadi.

Sepanjang waktu sejak dari pembicaraan telepon hingga saat menulis posting ini, asumsi saya--asumsi saja--adalah pandangan umum belakangan ini bahwa Depag sebagai institusi yang cukup bergengsi karena menyandang 'agama' tersebut justru merupakan departemen paling diduga tersubur korupsinya. Sekali lagi, ini asumsi. Asumsi yang mewarnai sepanjang posting ini.

Sunday, December 13, 2009

Sebelum Tahun Berakhir

Hari minggu ini tepat untuk memulai lagi semuanya. Mumpung semangat lagi tinggi.

Pertama, menghapus semua tulisan di post-post lama mungkin bisa merefresh pandangan yang sesak selama ini. Kurasa semua tulisan itu memang tidak punya semacam sense tanggung jawab, melainkan sekedar sarat formal dari umpatan-umpatan yang tidak memberi jalan keluar.

Kedua, settingan email keluar di handphone selesai sudah, tentu dengan kemampuan memuat karakter yang lebih standar. Ini cara ternyaman sejauh ini untuk tidak kehilangan mood yang datang sewaktu-waktu sehingga tulisan terwadahi dan bisa dipost sekaligus.

Ketiga, pencerahan dapatan semalam tadi harus ditindaklanjuti terus-menerus.

Semoga upaya ini membawa berkah. Tahun depan adalah tahun yang tidak bisa dipungkiri bakal menagih keberadaanku sebagai lelaki dewasa bertanggung jawab.